Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Peraturan mengenai jaminan sosial bagi tenaga kerja sejatinya telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Dengan adanya UU BPJS ini maka dibentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk tugasnya, BPJS Kesehatan bertugas untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Sedangkan untuk BPJS Ketenagakerjaan bertugas untuk menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian
Sedangkan berdasarkan informasi yang berhasil Pengacara Solo dapatkan, pada dasarnya setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial. Kemudian pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya sesuai program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjaannya pada BPJS.
Yang dimaksud dengan pekerja disini adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Ini berarti tidak ada perbedaan antara pekerja tetap (dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) dengan pekerja kontrak (dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).
Kemudian jika membahas mengenai kecelakaan kerja, maka hal ini akan berhubungan dengan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dimana setiap Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjaannya sebagai Peserta dalam program JKK dan Jaminan Kematian kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun dari info yang Pengacara Solo peroleh dari hukumonline.com, sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjaannya sebagai Peserta kepada BPJS adalah Sanksi Administratif, yang berupa:
Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara meliputi:
Kecelakaan Kerja dan Besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja
Menurut UU SJSN, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Adapun bagi Tenaga Kerja yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK, yang berupa
A. Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:
B. Santunan berupa uang meliputi:
Yang dimaksud dengan “cacat sebagian anatomis”, “cacat sebagian fungsi”, dan “cacat total tetap” disini adalah :
Adapun untuk menghitung besarnya santunan bagi Pekerja yang mengalami cacat meliputi :
Tabel persentase santunan cacat yang diberikan dapat dilihat dalam Tabel Lampiran III PP 44/2015. Berdasarkan tabel persentase santunan tersebut, jika Anda kehilangan:
Tata Cara Pelaporan dan Penetapan Jaminan Bagi Peserta BPJS Ketenagakerjaan
Pemberi Kerja wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang menimpa pekerjaannya kepada BPJS Ketenagakerjaan dan dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan kerja sebagai laporan tahap I.
Pemberi Kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak pekerja dinyatakan sembuh, cacat, atau meninggal dunia sebagai laporan tahap II, berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan bahwa:
Keadaan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) telah berakhir;
Laporan tahap II tersebut sekaligus merupakan pengajuan manfaat JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
Apabila persyaratan sebagaimana Pengacara Solo sebutkan diatas telah terpenuhi dan lengkap, maka BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung dan membayar kepada yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Permenaker 26/2015, Pemberi Kerja wajib membayar terlebih dahulu biaya pengangkutan peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan dan santunan sementara tidak mampu bekerja.
Pemberi Kerja dapat meminta penggantian santunan berupa uang tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan pada saat pelaporan Kecelakaan Kerja tahap 2 dengan melampirkan:
Berdasarkan pengajuan di atas, BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja melakukan verifikasi dan membayar penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemberi Kerja.
Lalu bagaimana jika pekerja belum diikutsertakan dalam program JKK? Dalam keadaan demikian, Pemberi Kerja yang belum mengikutsertakan pekerjaannya dalam program JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan, apabila terjadi resiko terhadap pekerjaannya, pemberi kerja wajib membayar hak pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber : hukumonline.com
Kantor Hukum Bob Horo & Partners (BHP)
Kantor Hukum Jakarta
Gedung Wisma Laena Lantai. 5 Ruang 501 Jl KH. Abdullah Syafei No. 7 Cassablanca, Tebet, Jakarta Selatan 12860
Kantor Hukum Semarang
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Telp/Fax : (024) 76670350
HandPhone : 08112998808
Email : admin@bhp.co.id
Website: www.bhp.co.id